Darmaji

Arkais
2 min readMar 17, 2023

--

#MPC1_2023

“Hil, nanti bolos?”

“Gas!” Persetujuan itu menjawab pertanyaan Hananta. Dua remaja yang bosan kini pura-pura memperhatikan guru yang sedang membawakan materi perang dunia.

Ah, entah perang dunia atau perang nasional, Hilman hanya tau perang dengan cacing di perutnya yang sudah meminta makan. Kedua pasang mata itu sudah melirik jam dinding sebanyak tujuh kali, cukup untuk menjadi penyebab juling pada mata mereka.

Beberapa menit penantian berlalu, bel istirahat berbunyi nyaring. Senyum merekah pada bibir keduanya, tidak lupa dibumbui dengan ekspresi berseri. Hananta dan Hilman bersiap untuk melancarkan aksi istirahat hingga jam sekolah berakhir alias bolos. Itu rencana awal mereka, tetapi di perjalanan menuju kebebasan, mereka bertemu Arka—salah satu teman sekelas yang langganan sertifikat juara.

Hananta dan Hilman saling berpandangan. Setelahnya, Hilman mengedikkan bahu sebelum Hananta menghela napasnya. “Oit, mau ikut kaga lo, Ka?” Itu suara Hananta.

Pria yang ditanya memandang heran. “Kemana? Bolos?”

“Hahaha, iya.” Hilman mengeluarkan tawa canggung. Duh, kayaknya mereka ini sudah terkenal sebagai pembolos ulung.

Baru saja ingin melenggang pergi, keduanya dikagetkan dengan seruan Arka. “Gue ikut.”

“Keajaiban dunia, anjir. Lo pengen tau rasanya jadi anak nakal, ya?” Hananta heran.

Arka menggeleng. “Gue ga pengen tau, gue penasaran aja.”

Di sinilah mereka bertiga. Di warung Ceu Entin si penjual ketupat sayur. Ketiganya memesan satu porsi ketupat sayur, ada yang tanpa bawang goreng, ada juga super pedas. Hilman membuka obrolan, “Abis ini PS?”

Hananta mengacungkan jempolnya tanda persetujuan, sedangkan Arka mengabaikan pertanyaan dan fokus membuka ketupat kelima yang akan ia santap. Sistem warung Ceu Entin memang begitu, pelanggan bebas mengambil stok ketupat yang dihidangkan pada tiap meja, tentunya dengan syarat harus dibayar. Hilman tidak ambil pusing dengan sikap Arka, toh, kehadirannya tidak terlalu penting bagi Hilman.

Setelah selesai dengan makanan masing-masing, mereka merogoh saku guna mengambil uang. Hilman dan Hananta sudah membayar pesanan mereka, kini giliran Arka. “Ceu, abi mesen es teh sareng kupat na saporsi.”

“Oke, ditambahan tong kupat na?” tanya Ceu Entin

Arka mengangguk. “Enya, tambahan weh hiji deui.”

Dua pemuda lainnya membelalakkan mata, tidak percaya dengan pengakuan Arka. Duh, kok perangai sang juara begini betul. Hilman berbisik, “Buset, si Arka jago bohong, euy.”

Sayangnya, kalimat itu terdengar oleh Arka. “Gue lagi menerapkan sistem darmaji, dahar lima ngaku hiji. Lo juga sering, kan.”

Tanpa sadar, tangan Hananta menoyor kepala Arka. “Itu mah buat gorengan, ege. Ini lo nambahnya ketupat, cuy, ketupat. Ga makan setahun apa gimana lo?”

Pemuda yang ditanya hanya terkekeh, tetap tidak malu dengan apa yang baru saja ia lakukan.

--

--

Arkais

Halo, di sini saya hanya membagi cerita yang kiranya menarik untuk dibaca.