Monolog Menua

Arkais
2 min readMar 1, 2023

--

#MPC1_2023

Bertahun-tahun bersama, bertahun-tahun pula kita terus merajut asa. Meski ada saja secuil harapan yang hirap, tetapi masing-masing dari kita tetap enggan untuk tiarap. Kau tahu? Dulu aku selalu ingin memakimu, menunjukkan pada dunia bahwa kau adalah seorang yang gagal. Sayangnya kau masih bertahan, mengikis kebencianku secara perlahan.

Lupakah dirimu dengan sejuknya semilir angin yang membelai wajah kita? Lupakah dirimu dengan deburan ombak yang menenangkan lara? Lupakah dirimu dengan suara-suara burung camar yang bepergian mengarungi khatulistiwa? Atau lupakah dirimu dengan ikan-ikan yang ke sana kemari mencari mangsa sembari sesekali melompat untuk menghilangkan dahaga terhadap udara? Mari kuatkan memori hatimu karena aku—bagian lain dirimu—akan terus menggunakannya sebagai pengisi tenaga di kehidupan yang penuh tipu daya.

Semesta terlalu pelik bagi kita yang terus menghindari hal rumit. Aku yang terbiasa merenung ditemani sepi menjadi hapal sebagaimana perilakumu yang tenggelam dalam ilusi. Tiap langkah kakimu menandakan sulitnya berjalan di jalur penuh luka. Tiap detak jantungmu menyatakan betapa lara tumbuh dalam jiwa. Kemudian, tiap deru napasmu memperlihatkan pada para insan bahwa seburuk apapun keadaan, sedalam apapun engkau terjatuh, gelora semangat masih ada nan membara. Satu hal yang selalu ingin kukatakan; aku bangga.

Diriku selalu mengagumi jiwa muda, tetapi alangkah lebih baik menjadi dewasa. Menua bukanlah ide bagus, acapkali dikaitkan dengan segala yang pupus. Dengar, perbedaan tidak berarti perubahan, tetapi perubahan senantiasa ditemani oleh perbedaan. Baik kau ataupun aku berada dalam satu raga, kita menjunjung satu tuju yang sama. Jadi, ingatkah kau saat seringkali kuajak berdamai? Kurayu dirimu hingga terbuai, kucuri kesempatan tatkala kau lalai. Terkadang suara-suara itu lebih menggoda dibanding musik. Namun, tetap saja berisik. Ketenangan hati yang selama ini kutampik memberimu jalan mengusik. Oh Tuhan! Entah bagaimana kau teguh menghadapi kepala yang isinya hanya tentang resah, gundah, dan tabah.

Sekarang sudah tak apa. Kita telah menemukan jalan yang membawa pada rela. Seluruh duka yang dirasa menempa kita menjadi manusia, makhluk berakal budi seutuhnya. Punahlah penyesalan, tiada lagi penyesatan. Sirnalah tangis-tangisan malam itu berganti dengan permata kehendak yang baru. Enyahlah puing-puing penderitaan bersama sisa-sisa hangatnya kenangan. Jangan takut. Majulah engkau maju, maka akan dipertemukan dirimu dengan jiwa-jiwa murni penghuni dunia tabu.

--

--

Arkais

Halo, di sini saya hanya membagi cerita yang kiranya menarik untuk dibaca.